Seputar Forum Diskusi Jum’at – Mari Bicarakan Saja!

|
Mulanya adalah rerasan untuk mengisi waktu senggang di tengah kesibukan pekerjaan. Bukan satu hal yang aneh karena siapa saja bisa saling bicara, berbagi pikiran, dan pengalaman tentang apa saja. Akan tetapi tidak asyik rasanya jika rerasan hanya berobjek pada soal remeh-temeh yang terkadang menyeret para pelaku di dalamnya untuk membicarakan satu hal tak berkualitas dan cenderung menuding kesalahan pribadi lain atas satu atau lain hal yang juga sesungguhnya tidak berkualitas. Pada tingkat ini rerasan yang sejatinya adalah produk budaya lokal sebagai ajang mencerdaskan diri secara sosial dan emosional, berubah menjadi proses mempercantik diri orang-orang yang terlibat di dalamnya dan kambinghitamisasi individu lain in-absentia atas soal atau perkara yang terjadi dan telah berlalu. Akan lebih parah lagi jika perkara tersebut menyangkut sebuah keputusan yang efeknya melibatkan banyak orang. Wah, repot. Rerasan menjadi semakin seru dan menggebu serta semarak dengan berbagai rasionalisasi yang sering irasional karena menyembunyikan kepentingan individu untuk saling mempercantik diri dan mengalihkan tanggungjawab (biasanya kesalahan) pada individu lain yang (biasanya) in-absentia tadi. Kalau sudah begini maka yang terjadi adalah proses pembodohan dan pengkerdilan nilai kedewasaan individu tanpa sadar bagi insan mulia yang berkumpul dalam rerasan tersebut.

Ah, sayang sekali. Jika saja semua yang dibicarakan tadi dibingkai satu topik atau tema tertentu yang berkualitas - dalam kacamata pendidikan tentunya - pasti akan menarik, semarak, dan tidak perlu repot-repot menyeret sosok lain sebagai objek penderita yang menanggung beban kesalahan hanya karena tidak hadir saat pembicaraan dilakukan (sebab, jika si sosok lain tersebut ikut hadir maka akan terjadi ewuh-pekewuh dan dengan demikian kesalahan yang tadinya akan atau telah dibebankan kepadanya diminimalisir dengan kehalusan kata-kata atau bahkan dianulir). Tentu saja hal ini pasti juga menyehatkan, baik secara pikiran maupun emosi. Jadi, pilih saja topiknya dan kemudian mari bicarakan bersama. Ya, dibicarakan bersama dengan bahasa egaliter sehingga tidak perlu ada ragu untuk bertanya, berpendapat, menyanggah atau hanya sekedar usul atas soalan yang sedang dibicarakan. Toh, apapun yang terlontar berkait topik pembicaraan adalah hasil dari rangsang dan kerja pikiran ditambah keberanian, jadi pasti sangat berharga sekali.

Dengan konsep dasar membingkai pembicaraan sekaligus memagarinya agar tidak terjebak pada soalan-soalan yang kurang bermanfaat, forum Diskusi Jum’at dibentuk. Jum’at dipilih karena biasanya setelah kegiatan senam ada sedikit waktu senggang sebelum istirahat siang. Forum ini pun juga hanya bisa berjalan jika memang tidak ada pekerjaan atau kegiatan pokok. Intinya, forum ini sama sekali tidak mengikat. Siapa saja boleh menghadirinya dan apa yang disampaikan pasti akan dihargai. Untuk mendukung lancarnya diskusi yang dibingkai topik itu, diperlukan semacam narasumber atau pelontar topik pembicaraan yang pada tahap awal akan menjawab pertanyaan dari pemandu diskusi. Selanjutnya, setelah pembicaraan sudah berlangsung lancar, siapapun boleh menyampaikan gagasan tanpa lebih dulu dipersilakan pemandu. Ya, seperti budaya rerasan sebetulnya, hanya saja topik pembicaraan ditentukan dan waktunya dibatasi. Nilai rerasan yang lebih mendudukkan para pelaku dalam posisi sama inilah yang dinginkan, sehingga tidak ada lagi ewuh-pakewuh. Siapa saja berhak bertanya dan siapa saja berhak menjawab atau memberikan alternatif jawaban. Jadi forum ini berjalan dengan semangat socratesian yang berdaya guyub.

Sebetulnya, forum ini sudah mulai coba dijalankan tahun lalu (2008), akan tetapi hanya berjalan dua kali, selebihnya mandeg. Hal ini dikarenakan situasi yang diharapkan tidak tercipta sehingga diskusi yang pada saat itu dilangsungkan secara formal berkembang menjadi tanya jawab praktis dengan soal-soal praktis yang mengarah hanya ke nara sumber. Ah, memang semua maunya serba praktis. Tidak banyak berpikir (berimajinasi), tidak banyak tenaga, langsung ke tujuan. Praktis!. Kalau cuma demikian apa asyiknya, di mana nilai sosialnya, di mana apresiasinya, di mana imajinasinya, di mana daya guyubnya? Nah, untuk tidak mengulangi hal tersebut, forum kembali coba dijalankan awal tahun 2009 tepatnya tanggal 9 Januari di Studio Teater PPPPTK Seni dan Budaya dengan pelontar topik Cahya Yuwana yang fresh from the oven – karena baru saja menyelesaikan studi pasca sarjananya di UNY – untuk membicarakan soal evaluasi pendidikan. Dengan semangat socratesian berdaya guyub tadi, situasi yang diharapkan dalam forum diskusi ini mulai muncul. Semua bisa dan mau bicara dengan tanpa harus selalu merujuk pada pelontar topik. Meski terkadang berujung pada hal praktis namun alir pembicaraan berjalan lancar sehingga sering mencuat lontaran imajinatif tak terduga atas satu soalan yang sedang dibicarakan. Jadinya, topik evaluasi pendidikan yang didiskusikan menemu arti yang beragam dari sudut pandang beragam. Forum diskusi ini menjadi rerasan mutual yang hangat dan menarik.

Setelahnya, semua merasa perlu forum semacam diadakan lagi dengan pokok bahasan yang lain. Ah, senang sekali mendengarnya. Karena antusiasme itu berjalanlah melenggang forum diskusi Jum’at selanjutnya. Pada tanggal 23 Januari 2009 Masrukhan Budiyanto dan Fathkiyatun Jannah mengawal pembicaraan seputar “Lembaga Bantuan Hukum dan Hak Kekayaan Intelektual”. Edih Supardi menjadi pelontar topik “Hubungan Masyarakat dan Informasi” pada tanggal 6 Februari 2009. “Green Design” adalah topik yang diusung oleh Kuntari Erimurti pada 13 Februari 2009. Pada tanggal 6 Maret 2009 Supriatun melontarkan topik pembicaraan seputar “Penelitian Tindakan Kelas” bersama Gde Oka Subagja yang mengusung “Kajian Budaya”. Rin Surtantini membawa oleh-oleh dari Singapura dan dengan penuh semangat melontarkan topik “Problem Based Learning (PBL) – One Day One Problem (ODOP)” pada tanggal 3 April 2009. Bulan Mei sampai dengan Juli diskusi Jum’at break karena banyaknya agenda kegiatan pokok lembaga yang harus dikerjakan. Forum kembali dimulai – meski dengan sedikit orang – pada tanggal 28 Agustus 2009 dengan lontaran topik “Kerjasama Lembaga” bersama Sito Mardowo dan Rin Surtantini. Kemudian, yang baru saja (beberapa waktu lalu) digelar adalah topik “Kebudayaan” yang dilontarkan oleh Toto Sugiarto Arifin pada tanggal 9 Oktober 2009.

Forum diskusi Jum’at dalam perjalanannya tidak hanya berolah diskusi tetapi juga menghasilkan workshop. Ah, semangat sekali. Senang mendengarnya. Workshop ini sekiranya lahir karena rasa ingin tahu dan semangat untuk tahu akibat positif dari diskusi (rerasan mutual) yang telah dilakukan. 29 Januari 2009 workshop pembuatan ebook dengan program HelpNDoc versi freeware dilaksanakan bersama Eko Santosa. Software sederhana ini khusus untuk membuat ebook dengan bentuk tampilan helpfile berekstensi .chm dan bisa dibuka di sebarang komputer berbasis Windows tanpa perlu program viewer. Berikutnya, tanggal 24 april 2009 workshop PBL dengan strategi ODOP dilaksanakan bersama Rin Surtantini. Workshop ini lahir karena rasa keingintahuan peserta diskusi akan strategi ODOP yang berhasil dijalankan dengan baik di Republic Polytechnique Singapore. Menarik.

Tak cukup di situ kiranya, forum diskusi Jum’at juga melahirkan gagasan baru membuat (menerbitkan) semacam kumpulan tulisan untuk mewadahi gagasan yang tak sempat terlontarkan atau kurang dalam dibahas pada waktu diskusi. Hal ini dicetuskan pada saat pembicaraan mengenai kebudayaan yang memang luas sekali bidang garapnya. Nah, karena itulah tulisan-tulisan ini muncul di hadapan Anda sekalian pembaca. Ide dasarnya adalah menuliskan hal-hal berkenaan dengan kebudayaan dari sudut pandang masing-masing orang, masing-masing bidang keahlian. Pastinya masih jauh dari sempurna tampilan kumpulan tulisan ini, tapi intinya adalah semangat socratesian berdaya guyub yang dijalankan dalam forum diskusi dapat dikembangkan melalui dialog tulisan-tulisan. Jadi, jika Anda punya soalan yang menarik silakan datang di forum diskusi Jum’at dan mari bicarakan saja! Jika masih juga kurang memuaskan bahasan soal yang dilontarkan maka, mari bicarakan melalui tulisan-tulisan! Akhirnya, selamat membaca. Sip!.

Salam,
Eko ‘Ompong’ Santosa

*********
Membacalah! Sebab membaca itu pancuran kebijaksanaan. Berpikirlah! Sebab berpikir itu sumber kekuasaan (Anonim)

Orang belajar dari kesalahan orang lain, sementara orang bodoh belajar dari kesalahan mereka sendiri (HG. Bohn)

Orang yang terlalu banyak memiliki segala sesuatu, sering tidak bisa lagi menghargai apa yang dimilikinya (Samuel Johnson)

Jika gagal tujuh kali, bangkitlah untuk yang kedelapan kali (Peribahasa Jepang)

Kegigihan tanpa kesalahan tidak mungkin (Og Mandino)

Setiap orang adalah arsitek dari keberuntungannya sendiri (Appius Claudius)

Menunda keadilan sama dengan berbuat tidak adil (Walter Savage Landor)

Orang yang cermat dalam pengeluaran yang kecil-kecil, belum tentu cermat dalam pengeluaran yang besar-besar (Harold Hitz Burton)

Modal bukanlah kejahatan, ia baru akan menjadi kejahatan kalau disalahgunakan (Gandhi)

Pohon yang besarnya sepelukan tumbuh dari benih yang kecil saja. Menara setinggi sembilan tingkat, dibangun mulai dari seonggok tanah. Perjalanan seribu li, dimulai dari satu langkah (Lao-tshe)

0 komentar:

Posting Komentar