Sufisme Dalam Lakon “Dewa Ruci” (1)

|
Oleh: Eko Santosa

1. Pengantar

Gerakan sufi atau mistik Islam atau tasawuf muncul dikarenakan adanya segolongan umat Islam yang tidak puas dengan perkembangan teologi Islam yang amat rasionalis dan pengembangan hukum Islam yang formalis dan legalis. Baik rasionalis ataupun kaitannya dengan legalisme dianggap mendangkalkan dan mengeringkan perasaan agama. Sebagai reaksinya golongan penganut mistik lebih mementingkan rasa dan penghayatan agama dengan dilonggarkannya ikatan-ikatan terhadap syariat. Pelopor sufisme ini antara lain Ibrahim bin Adham dan Rabiah al Adawiyah yang mengenalkan pendekatan baru yaitu cinta dan rindu kepada Tuhan sehingga membangkitkan rasa rindu untuk bertemu muka dan berasyik-masyuk dengan Dzat yang dicintainya (Simuh, 1999:39).

Perkembangan sufi di Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Islam pada abad XIII Masehi. Hal ini ditandai dengan berdirinya Kerajaan Samodra Pasai. Secara historis, penyebaran agama Islam ini terbukukan dalam naskah-naskah Melayu dan Jawa Kuno yang ditulis sekitar abad XVI Masehi. Dari naskah-naskah ini dapat diketahui secara pasti bahwa semua Islam yang ada di Indonesia merupakan Islam sufi (Simuh, 1999:14).

Di Jawa, ajaran sufi atau mistik Islam ini mendapat sambutan yang hangat dikarenakan sebelum kedatangan agama Islam, tradisi Hindu-Budha juga didominasi oleh ajaran mistik. Perkembangan Islam di Jawa bersamaan dengan semakin merosotnya kekuasaan Majapahit. Hal ini sangat menguntungkan karena agama Islam di satu sisi bisa menjadi lambang perlawanan terhadap Majapahit dan di sisi lain menjadi alternatif pandangan hidup (Magnis Suseno, 1993:31).

Kedatangan Islam di Jawa ini membawa pengaruh yang kuat bagi perkembangan kesenian masyarakat Jawa. Berdirinya kerajaan Demak menandai hal tersebut dengan mengusung kesenian Wayang Beber ke Demak. Dikarenakan perwujudan Wayang Beber yang tidak sesuai dengan hukum Islam (fiqih) maka para Wali (Ulama Jawa) sedikit demi sedikit mengadakan perubahan terhadap bentuk wayang tersebut (Kamajaya dan Hadisutjipto, 1981:15). Keterlibatan para Wali dalam perkembangan kesenian wayang tersebut sangat kuat karena pada masa itu kesenian wayang digunakan sebagai media dakwah.

Guna mendukung dakwah penyebaran agama tersebut para Wali menyusun silsilah baru tokoh-tokoh wayang yang sama sekali berlainan dengan silsilah Hindu aslinya. Di samping itu mereka juga menyusun lakon-lakon yang bernafaskan Islam seperti; “Jimat Kalimasada” dan “Dewa Ruci” (Hazim Amir, 1994:46). Dalam lakon-lakon tersebut para Wali memasukkan ajaran mistik Islam, terutama dalam lakon “Dewa Ruci”. Lakon “Dewa Ruci” yang hendak dibahas di bawah ini adalah lakon versi Ki Anom Suroto yang tertuang dalam diktat Wayang Op De Radio (Jos Janssen, Ben Arps, Walter Slosse, Wayang Op De Radio, De Wandelende Tak, VPRO, Amsterdam, 1987) yang transkripsinya secara khusus dikerjakan oleh Ben Arps.


2. Ringkasan Lakon “Dewa Ruci”

Cerita “Dewa Ruci” dimulai dari keinginan Werkudara untuk mengetahui kawruh sangkan paraning dumadi (har. Ilmu kesejatian hidup). Untuk itu ia datang menghadap di kerajaan Astina. Werkudara mengutarakan maksudnya kepada sang guru Pendeta Durna dengan disaksikan oleh Duryudana (raja Astina) dan Patih Arya Sangkuni. Durna menyanggupi keinginan Werkudara dengan syarat ia mampu mencari kayu gung susuhing angin (har. kayu besar sarang angin) di puncak gunung Candramuka. Werkudara sanggup dan segera berangkat.

Duryudana dan Arya Sangkuni tidak setuju dengan pendapat Durna yang mengabulkan permintaan Werkudara. Seharusnya Durna menjebak Werkudara agar terbunuh karena dengan demikian kekuatan Pandawa akan menjadi berkurang. Durna menjelaskan bahwa perintah yang ia berikan kepada Werkudara sudah merupakan jebakan. Gunung Candramuka terkenal sangat bahaya dan disana tidak ada yang namanya kayu gung susuhing angin. Duryudana dan Sangkuni senang mendengar hal tersebut dan mereka mengharap Werkudara akan segera menemui ajalnya di Gunung Candramuka.

Werkudara telah sampai di puncak Gunung Candramuka. Tidak ada kayu gung susuhing angin. Ia justru bertemu dengan dua raksasa Rukmuka dan Rukmakala. Werkudara mengatakan apa tujuannya datang ke Gunung Candramuka. Rukmuka dan Rukmakala mengatakan bahwa apa yang dicari oleh Werkudara tidak ada di tempat itu. Bahkan ia dianggap telah mengganggu kedua raksasa tersebut. Rukmuka dan Rukmakala bersedia memangsa Werkudara. Mereka berkelahi dan akhirnya Werkudara dapat membinasakan kedua raksasa tersebut.

Ternyata kedua raksasa tersebut adalah penjelmaan Dewa Indra dan Dewa Bayu. Mereka menjadi raksasa karena mendapatkan hukuman dari Bathara Guru. Dewa Indra dan Bayu berterimakasih kepada Werkudara karena secara tidak sengaja ia telah membebaskan para dewa tersebut dari hukuman. Kemudian mereka memberi cinderamata kepada Werkudara dan menyarankan agar Werkudara kembali kepada gurunya karena di tempat itu tidak ada yang namanya kayu gung susuhing angin. Atas saran tersebut Werkudara segera kembali ke Astina.

Kecewa hati Duryudana begitu mendengar Werkudara pulang dengan selamat. Kembali ia mendesak Pendeta Durna untuk membuat siasat lagi. Dengan kelicikannya Durna mengatakan kepada Werkudara bahwa ia sesungguhnya hanya menguji tekad Werkudara untuk mendapatkan kawruh sangkan paraning dumadi tersebut. Selanjutnya ia mengatakan bahwa kawruh tersebut dapat dicapai oleh Werkudara jika ia mampu menemukan banyu perwita suci yang ada di tengah samudra. Di mana letak samudra itu sendiri terserah kehendak hati Werkudara.

Werkudara menyanggupi perintah gurunya. Meski telah dilarang keras oleh keluarganya ia tetap nekat. Dengan kebulatan tekad ia berangkat menuju laut selatan. Di tengah laut tersebut ia menjumpai seekor naga besar yang disebut Naga Nemburnawa. Terjadilah pertarungan di antara mereka. Naga binasa dan Werkudara dalam keadaan antara hidup dan mati tenggelam ke dasar samudra. Dalam kondisi setengah sadar itu Werkudara menjumpai seorang bocah kecil yang wajahnya sangat mirip dengan dirinya. Ternyata bocah itu adalah seorang dewa yang bernama Dewa Ruci. Dari pertemuan dengan Dewa Ruci inilah kawruh sangkan paraning dumadi yang dikehendaki oleh Werkudara mendapatkan jawabannya.

0 komentar:

Posting Komentar