Pengantar J-Forum Edisi 2: Belajar Dari Seminar

|

J-forum kembali hadir dan semoga selalu bisa hadir, kali ini dengan tema “Belajar dari Seminar”. Seperti diketahui, seminar biasanya merupakan satu mata pelajaran pokok di perguruan tinggi. Dalam proses pembelajarannya, mahasiswa diberi tugas untuk membuat makalah dengan format tertentu dan mempresentasikannya di depan kelas yang ditata seolah seminar sedang berlangsung. Memang betul, tata kerja seminar dilakukan, ada moderator, sesi presentasi, dan sesi tanya jawab. Kemudian setelahnya dosen (pengajar) memberikan evaluasi pelaksanaan seminar (seolah-olah) tersebut.

Pengalaman berada dalam kelas seminar ini tentunya membawa kesan tersendiri, baik bagi presenter maupun peserta. Tidak jarang mereka saling ganti serang dengan pertanyaan yang dimaksudkan untuk menyulitkan penyaji sehingga suasana menghangat dan menyeret semua dalam arus debat. Akan tetapi tidak jarang juga terjadi kompromi sehingga masing-masing tidak menanyakan hal-hal yang sulit atau memojokkan, dan seminar pun berjalan melenggang tetapi kering.

Dalam nomor ini, J-forum menampilkan makalah-makalah yang pernah disajikan dalam mata kuliah seminar. Bukan kesempurnaan atau kelihaian bahasan dan kajian makalah yang akan dihadirkan di sini. Akan tetapi lebih pada semangat belajar si pembuat makalah demi memenuhi tugas yang diembankan kepadanya. Tentu saja banyak yang harus dipelajari oleh si pembuat makalah, apakah itu format, tata bahasa, tata tulis atau pokok bahasannya. Nah, karena si pembuat makalah ini perlu mempelajari sesuatu selama proses menulis maka, tidak ada salahnya apa yang telah mereka pelajari kita simak bersama-sama.

Terdapat tiga makalah di sini yang semuanya dieditori oleh Heru Subagiyo. Pertama, tulisan Purwadi yang dibuat sekitar tahun 2008 selama menempuh studi pasca sarjana di UNY yang membahas tentang dalang, wayang, dan penanggapnya. Berikutnya tulisan Kartiman yang dibuat tahun 2004 selama menempuh studi pasca sarjana di ISI Yogyakarta yang membahas fungsi seni karawitan dalam masyarakat Jawa. Terakhir adalah makalah jadul (dimuat di sini karena tidak ada penulis lain yang mau mengirim makalah) yang ditulis Eko Santosa pada tahun 1995 sewaktu belajar di ISI Yogyakarta (S-1) mengenai sufisme dalam lakon Dewa Ruci. Semoga ada sesuatu yang bisa dipelajari dari masing-masing tulisan yang dibuat oleh orang yang sedang belajar. Selamat membaca.

Salam,

Eko ‘Ompong’ Santosa

0 komentar:

Posting Komentar