Oleh: Rien Surtantini
Semangat Keberagaman
Dari proses yang terjadi dan kita alami, mungkin memang akhirnya kita tidak pernah sampai pada kebenaran atau standar tunggal dalam memberi makna terhadap “kreativitas”, yang ada adalah keberagaman...... Masalahnya kemudian, apakah kita mau saling menghargai keberagaman untuk memaknai keluasan arti kata “kreativitas”, ataukah kita tetap harus bertahan dengan sebuah standar yang tidak boleh goyah? Menurut saya, biarlah pencarian terhadap standar itu bergerak, bisa ditambah atau dikurangi, sehingga menghasilkan keragaman wacana. Biarkanlah wacana ini kemudian memperoleh komunitasnya, kalau setuju dengan sebuah wacana silakan masuk dan bergabung; kalau tidak, biarkan menciptakan wacana baru. Muncullah kemudian juga beragam komunitas wacana. Inilah embrio semangat dan dinamika keberagaman yang diharapkan dapat saling melengkapi! Dengan demikian, toleransi dan sikap saling menghargai terhadap keberagaman dibangun dan mendapatkan tempatnya.......
Satu hal yang juga muncul dari proses signifikasi yang saya lakukan terhadap diskusi Jumat pagi saat itu adalah bagaimana agar keterlibatan siapa pun kita di dalam proses kreatif dapat membantu dan memberi inspirasi bagi orang lain untuk melakukan “perubahan” yang “konstruktif” sesuai dengan pekerjaan dan bidang kita masing-masing. Bukankah kita “sadar” dan sudah dengan “senang hati” memutuskan dan memilih sebuah disiplin ilmu untuk kemudian bekerja secara profesional di dalam bidang ini sebagai pengembang dan pemberdaya bagi sekian banyak orang lain di negeri ini (?)
Manifestasi dan apresiasi terhadap kreativitas
Dengan berbagai argumentasi yang saya peroleh dari kata “kreativitas” pada forum Jumat pagi tersebut, saya memperoleh keberagaman dalam melihat wujud dan apresiasi terhadap kreativitas seseorang dalam pekerjaannya sesuai dengan bidangnya. Ada beberapa “kata kunci” yang saya tangkap dari gagasan teman-teman mengenai kreativitas. Saya coba jalin beberapa kata kunci tersebut dalam pertanyaan-pertanyaan yang membantu kita untuk mengapresiasi manifestasi kreativitas seseorang:
(1) Bagaimana kecepatan seseorang secara natural dalam memproduksi respon yang terjadi di sekelilingnya?
(2) Bagaimana elaborasi yang dilakukan seseorang untuk dapat menambahkan gagasan yang kaya terhadap sebuah isu dan kemudian menerapkannya?
(3) Bagaimana visualisasi yang diciptakan seseorang untuk memanipulasi citraan (imaji) dari berbagai dimensi yang berbeda?
(4) Bagaimana fleksibilitas yang dimiliki seseorang dalam menghasilkan gagasan atau memandang sesuatu dari berbagai dimensi yang bervariasi?
(5) Bagaimana originalitas yang diperlihatkan seseorang dalam menghasilkan sesuatu yang tidak biasa, unik, baru?
(6) Bagaimana transformasi yang dibangun seseorang untuk mengubah sesuatu yang ada menjadi sesuatu yang memiliki nilai-nilai baru dan berbeda?
(7) Bagaimana intuisi yang diwujudkan seseorang untuk melihat dan membuat berbagai hubungan dari hal-hal yang ada?
(8) Bagaimana sintesa yang dirancang seseorang untuk menggabungkan bagian-bagian yang terpisah menjadi satu kesatuan yang utuh?
Ajakan saya kemudian, mari periksa diri kita dan berikan apresiasi kepada teman-teman kita yang melakukan satu, beberapa atau bahkan semua karakteristik di atas, terutama dalam kondisi mereka dengan tuntutan “multi-peran”: pendidik, seniman, peneliti, entrepreneur....
Penutup
Tulisan ini hanyalah hasil signifikasi yang saya lakukan terhadap forum Jumat pagi ketika teman-teman berbicara mengenai “kreativitas” dan terhadap rumusan “multi-peran” teman-teman tenaga fungsional yang berlatar belakang seni. Keduanya saya perlakukan sebagai “teks”, yang dapat saya baca. “Teks” di dalam pengertian cultural studies (Barker, 2009: 12; 417-19) adalah segala sesuatu yang membentuk makna, atau semua kegiatan yang mengacu kepada makna (to signify) melalui praktek signifikasi (kegiatan memproduksi makna melalui berbagai citra, bunyi, objek dan aktivitas). Sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Barker tentang “teks kultural”, maka bagi saya forum Jumat pagi dan rumusan “multi-peran” seorang tenaga fungsional dapat merupakan sistem tanda yang mengacu suatu makna dengan mekanisme yang sama dengan bahasa, dapat kita baca dan beri makna, sehingga kita dapat menyebut semua itu sebagai “teks kultural”.
Referensi:
Barker, Chris. 2009. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
0 komentar:
Posting Komentar