Kreativitas dalam Relief Candi Tigawangi
Candi Tigawangi terletak dekat Pare, Kediri. Dalam Negarakrtagama candi itu memang disebut Candi Tigawangi yang berdasarkan keterangan tersebut dibangun oleh Raja Matahun ipar dari Raja Hayam Wuruk. Bangunan ini ditinggalkan ketika proses pembangunannya belum selesai, dibuktikan dengan adanya beberapa relief yang dibuat masih setengah jadi. Dugaan tersebut diperkuat dengan beberapa keterangan lainnya bahwa saat itu masa-masa yang penuh dengan pergolakan sosial politik dan pengaruh Islam yang mulai mendesak kepercayaan Siwa.
Candi Tigawangi bersifat Siwaistis dengan hiasan-hiasan relief yang sangat menarik, baik langgam maupun ceritanya. Kaki candi dihiasi dengan adegan-adegan cerita Sudamala, yang memiliki konsep pembebasan manusia dari segala macam bahaya dan umur yang pendek. Dengan demikian penampilan relief menciptakan suasana pembebasan dari suatu bahaya, seperti yang dialami oleh Dewi Uma.
Inti cerita Sudamala adalah pembebasan Dewi Uma, sakti Batara Guru (Siwa) yang telah dikutuk oleh suaminya menjadi raseksi, yaitu Durga. Ia bisa terbebas dari kutukan hanya melalui seorang satria Pandawa yang bernama Sadewa. Namun Sadewa tidak mau membebaskan Durga, sehingga Durga marah besar dan ia menangkap Sadewa serta mengikatnya pada sebatang pohon. Untuk mendesak agar Sadewa mau membebaskan Durga, ia dibantu oleh dua orang peri yang juga telah dikutuk menjadi raksasa dan dibantu oleh raksasa-raksasa lainnya dan hantu-hantu. Hantu-hantu tersebut digambarkan seperti sebuah tangan terpisah, binatang yang besar dan lain sebagainya. Namun akhirnya Sadewa tidak tahan dengan siksaan itu, sehingga ia membebaskan Durga kembali menjadi Dewi Uma, maka sakti Batara Guru tersebut terbebaslah dari kutukan (Soedarmo, 1982: 103).
Yang menarik dari relief candi ini di antaranya adalah gambar-gambar raksasa yang berada dalam ’tiang’ kaki candi, yang berjumlah sembilan. Tiga ’tiang’ di sisi selatan, tiga ’tiang’ di sisi timur, dan tiga ’tiang’ di sisi utara. Namun relief ’tiang’ yang sebelah utara belum jadi semuanya, terutama relief pada ’tiang’ yang tengah. Semua relief raksasa tersebut digambarkan dengan bentuk, suasana, posisi yang berbeda walaupun dengan tetap menampilkan kesan utama yang sama, yaitu raksasa yang sedang mengangkat badan candi.
Perbedaan penggambaran raksasa tersebut diasumsikan bukan berarti ketidakmampuan seniman pada saat itu untuk membuat bentuk yang sama, namun disengaja sebagai suatu respon kreatif dari seniman saat itu. Kreativitas dan kebebasan dalam merespon suatu ajaran pada saat itu sangat mengejutkan, ternyata seniman diberi kebebasan yang luas untuk menafsirkan sebuah ’instruksi’ dari pemuka agama.
Pada relief paling barat selatan menggambarkan seorang raksasa dengan penuh semangat dan tegas mengangkat badan candi. Kedua kaki ditekuk dan kedua tangan menyangga badan candi, sehingga mengesankan sedang berusaha dengan keyakinan tinggi mengangkat badan candi tersebut. Nilai-nilai kreativitas selain dari perwujudan raksasa, juga dapat dilihat dalam cara pengisian ruang kosong yaitu dengan ditampilkan bentuk daun-daun yang lebar dan beberapa sulur-sulur seperti pohon pakis.
Namun tampilan raksasa yang ada di ’tiang’ selatan tengah mengekspresikan sebuah tampilan yang berbeda jauh dengan raksasa yang pertama. Posisi tangan dan kaki tetap sama dengan posisi yang pertama, tetapi muka tidak menghadap ke depan namun menghadap ke arah samping atas, seperti sedang melihat badan candi yang sedang diangkatnya. Ekspresi yang ditampilkan oleh raksasa tersebut mengesankan kurang percaya diri dan seperti kelelahan. Tampilan kepala raksasa ini juga berbeda, yaitu dengan kepala gundul dan tanpa hiasan. Untuk mengisi ruang kosong ditampilkan beberapa daun besar dan ukel, sebagaimana pada adegan yang pertama.
Pada raksasa yang berada di ’tiang’ selatan timur, menampilkan suasana yang berbeda, dengan adanya dua figur lainnya yang sedang memberi motivasi kepada raksasa yang sedang mengangkat badan candi. Namun kedua figur tersebut mengekspresikan kesan sedang mengejek raksasa. Figur pertama dengan rileks kedua tangannya diletakkan di belakang sambil tertawa, sedangkan figur yang kedua lebih kelihatan ekspresi mengejeknya, yaitu dengan gerakan menepuk-nepuk pantatnya untuk memotivasi raksasa. Tampilan raksasa ini agak berbeda dengan tampilan sebelumnya, terutama posisi kaki. Satu kaki ditekuk seperti sedang jongkok, tetapi yang satunya posisinya seperti orang bersila dan ini memberi kesan bahwa raksasa tersebut telah lama mengangkat badan candi. Secara keseluruhan pada adegan ini di samping tampilan yang serius, juga terdapat tampilan yang mengesankan rasa humor, sebagai satu representasi nilai kreatif seniman pada waktu itu.
0 komentar:
Posting Komentar