Problematika Kreativitas Dalam Pewayangan (3)

|
Oleh: Purwadi

Kreativitas dalam pewayangan yang dilakukan oleh dalang Ki Enthus Susmono dari Tegal lain lagi, dan sudah dapat dipastikan menimbulkan problematika baru. Ki Enthus membuat wayang dari film anak-anak yaitu Satria Baja Hitam, Superman, Batman, Monster, dan sebagainya. Tentu saja kreativitas ini banyak mendapatkan kritikan pedas sebagai dalang urakan, dalang alasan dan sebagainya. Tetapi karena kreativitasnya tersebut menjadikan dirinya sebagai dalang kondang.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas dalam wayang selalu memunculkan problematika. Ada yang pro dan kontra. Keduanya terus akan berjalan seiring perkembangan jaman dan selalu muncullah sumpah serapah bagi yang tidak senang. Demikian juga polemik yang tak ada ujung pangkalnya bagi mereka yang tidak sejalan pikirannya. Hal ini terjadi baik di panggung pertunjukan maupun di arena resmi seperti diskusi-diskusi, sarasehan, seminar, bahkan di arena jagong atau layatan. Bila masyarakat pedalangan berkumpul di situlah permasalahan ini akan keluar. Seperti bunyi rekaman yang telah sekian tahun masih sama nadanya, sama lagunya: mengeluh, kecewa dan saling menuduh. Tema dari polemik ini macam-macam. Misalnya soal tontonan dan tuntunan, mengejar selera pasar dan lain sebagainya. Memang hal ini terjadi paling banyak di kawasan gaya Surakarta di Jawa Tengah.

Sesungguhnya yang disebut kreativitas apabila ditinjau dari segi agama Islam selama hal tersebut masih tergolong urusan dunia sebenarnya sah-sah saja dan diperbolehkan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: antum a’lamu biumuri dunyakum, yang artinya, kamu lebih mengetahui tentang urusan duniamu. Dari sini dapat dipahami bahwa untuk urusan dunia manusia dibebaskan. Tetapi dalam urusan ibadah kepada Allah telah diatur dalam Al-Quran dan Hadits. Pengaturan tersebut telah sempurna, sehingga tidak boleh ditambah-tambah dan diubah-ubah. Haram hukumnya berkreatif dalam urusan menyembah kepada Allah sang Pencipta. (*)

Kutipan:

1. A. Seno Sastroamidjojo, Nonton Pertunjukan Wayang Kulit". Pertjetakan Republik Indonesia, Djogjakarta, 1958, h.54 – 55.

2. [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].

3. Bambang Murtiyoso, Studi Lakon Wayang, Surakarta 1996: 1

4. Poedjosoebrata, Wayang Lambang Ajaran Islam, Pradnya Paramita Jakarta, 1978: 22.

5. Sri Hastanto, “Mengukir Kehidupan Wayang Kulit Purwa di Masa Depan”, 1996:1.

0 komentar:

Posting Komentar